DI KP. PAMIPIRAN DESA PAGERSARI KECAMATAN PAGERAGEUNG KABUPATEN TASIKMALAYA
Pendahuluan
Praktik muzara’ah di Kampung Pamipiran merupakan bentuk kerja sama pertanian yang bermanfaat bagi kedua belah pihak—pemilik sawah dan penggarap. Sistem ini mencerminkan nilai gotong royong dan mampu meningkatkan taraf ekonomi masyarakat. Dalam perspektif fiqih muamalah, muzara’ah dibolehkan selama memenuhi syarat-syarat syariah, seperti kejelasan akad dan pembagian hasil yang adil. Namun, penerapannya perlu mendapat perhatian agar tidak menyimpang dari hukum Islam. Dengan pendampingan dan edukasi, muzara’ah bisa menjadi solusi ekonomi syariah yang berkelanjutan.
Teori
Teori yang digunakan dalam penelitian ini mencakup teori fiqih muamalah tentang sistem kerja sama pertanian muzara’ah dan mukhabarah, yaitu bentuk akad antara pemilik lahan dan penggarap dengan pembagian hasil tertentu, yang dibolehkan oleh mayoritas ulama berdasarkan praktik Nabi di Khaibar. Selain itu, penelitian ini juga merujuk pada hukum positif Indonesia, yaitu UU No. 2 Tahun 1960 tentang bagi hasil sebagai landasan legal formal kerja sama pertanian. Dari segi metodologi, pendekatan yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan teori dari Sugiyono, S. Nasution, dan Moh. Nazir, yang menekankan pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi untuk memperoleh gambaran mendalam terkait praktik kerja sama pertanian di lapangan.
Metode
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif-analitik. Peneliti berusaha memahami dan menggambarkan secara objektif praktik bagi hasil pengelolaan lahan pertanian di Kampung Pamipiran, kemudian menganalisisnya berdasarkan teori muzāra’ah dan mukhābarah dalam fiqih muamalah. Data diperoleh melalui observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi, lalu dianalisis secara kualitatif dalam bentuk uraian deskriptif.
Hasil
Penelitian di Kampung Pamipiran menunjukkan bahwa sistem bagi hasil pertanian dilakukan secara lisan antara pemilik lahan dan penggarap, berdasarkan prinsip tolong-menolong sesuai konsep muzara’ah dan mukhabarah dalam Islam. Namun, pelaksanaannya belum sepenuhnya sesuai syariat karena tidak adanya saksi, perjanjian tertulis, dan kejelasan masa kerja sama.
Disarankan agar akad dilakukan secara tertulis, melibatkan saksi, serta diketahui oleh aparat desa untuk kepastian hukum. Selain itu, masyarakat perlu diberi penyuluhan mengenai akad syariah agar praktik pertanian lebih sesuai dengan prinsip Islam.
Penutup
Sistem bagi hasil pertanian di Desa Pagersari dilakukan secara lisan berdasarkan kepercayaan dan musyawarah antara pemilik lahan dan penggarap tanpa perjanjian tertulis maupun saksi, dengan pembagian hasil biasanya 1:1 jika seluruh biaya ditanggung penggarap. Praktik ini lahir dari kebutuhan ekonomi dan keterbatasan pemilik lahan dalam mengelola sawah, namun belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan hukum Islam maupun Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 yang mengharuskan akad tertulis dan disaksikan secara resmi.
Kelebihan:
- Menggabungkan teori fiqih muamalah dan hukum positif, memberikan analisis komprehensif.
- Pendekatan kualitatif deskriptif memungkinkan pemahaman mendalam tentang fenomena di lapangan.
- Menggunakan metodologi yang kredibel dan diterima dalam penelitian sosial.
Kelemahan:
- Potensi subjektivitas dalam interpretasi data kualitatif.
- Tidak menggunakan pendekatan kuantitatif yang dapat memperkuat generalisasi hasil.
- Kurangnya integrasi teori sosial ekonomi kontemporer untuk memperdalam analisis.
Penulis : Alfina Wahyu Rahmasari
Mahasiswa STEI SEBI