Artikel ini merupakan artikel opini yang diandaskan pada penelitian Umiyati dkk. (2023) tentang Peran Audit Syariah dalam Meningkatkan Akuntabilitas pada Organisasi Pengelola Zakat.
Aliifah Q (2025)
Kasus dugaan penyelewengan dana zakat oleh lembaga filantropi beberapa waktu lalu sempat mengguncang kepercayaan publik. Padahal, zakat adalah instrumen suci dalam Islam yang dititipkan umat untuk kesejahteraan bersama. Saat amanah dikhianati, maka tidak hanya kerugian material yang timbul, tetapi juga luka spiritual yang dalam. Di sinilah urgensi audit syariah menemukan momentumnya sebagai instrumen kontrol dan penjamin amanah dalam pengelolaan dana umat.
Jurnal yang ditulis oleh Umiyati dkk. (2023) menyoroti masalah mendasar dalam tata kelola organisasi pengelola zakat (OPZ) di Indonesia: lemahnya akuntabilitas dan ketidakteraturan penerapan audit syariah. Padahal, sejak terbitnya PMA No. 606 Tahun 2020, audit syariah telah diamanatkan untuk dilakukan secara menyeluruh, akurat, transparan, dan akuntabel. Namun kenyataannya, dari 623 OPZ yang terdaftar resmi di Kementerian Agama, hanya sekitar 9,8% yang telah diaudit syariah hingga 2022. Angka ini memperlihatkan adanya kesenjangan besar antara regulasi dan implementasi.
Mengapa Audit Syariah Itu Penting?
Zakat adalah harta publik yang disucikan, dikelola oleh manusia namun hakikatnya milik Allah SWT. Oleh karena itu, pertanggungjawabannya tidak bisa disamakan dengan dana bisnis biasa. Audit keuangan saja tidak cukup. Harus ada pengawasan menyeluruh yang menjamin bahwa dana dikelola sesuai dengan prinsip syariah, dari sumber hingga penyaluran. Audit syariah menekankan aspek kepatuhan terhadap nilai dan prinsip Islam yang tidak dapat diawasi oleh audit konvensional semata.
Audit syariah mencakup aspek-aspek penting seperti kejelasan tata kelola, akurasi data mustahik, kepatuhan pada prinsip amil, efisiensi penyaluran dana, dan evaluasi manfaat sosial dari program zakat. Temuan jurnal menyebutkan adanya laporan fiktif, penyaluran tidak tepat sasaran, hingga penggunaan dana zakat untuk kepentingan pribadi. Tanpa pengawasan syariah yang kuat, OPZ bisa kehilangan arah dan kepercayaan umat.
Lebih jauh, audit syariah juga berfungsi sebagai mekanisme edukasi internal dan eksternal lembaga. Internal bagi para pengelola agar senantiasa bertindak sesuai syariah, dan eksternal bagi masyarakat agar semakin percaya dan termotivasi untuk menyalurkan zakat melalui lembaga formal.
Krisis Auditor dan Ketimpangan Kapasitas
Salah satu problem utama adalah minimnya jumlah auditor syariah yang kompeten. Hingga 2022, Kementerian Agama baru memiliki 70 auditor tersertifikasi untuk mengawasi ratusan lembaga zakat di seluruh Indonesia. Artinya, satu auditor harus menangani hampir 9 lembaga. Ini tentu mustahil dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan. Apalagi jika audit dilakukan dengan pendekatan menyeluruh, termasuk audit operasional, sosial, dan syariah secara simultan.
Tak hanya dari sisi jumlah, kualitas juga menjadi tantangan. Auditor syariah idealnya tidak hanya mahir dalam akuntansi, tapi juga memahami fikih zakat dan prinsip ekonomi Islam. Oleh karena itu, diperlukan sistem pelatihan dan sertifikasi yang berkelanjutan, yang bisa melibatkan perguruan tinggi Islam dan asosiasi profesi syariah.
Selain itu, banyak OPZ belum memiliki sistem informasi dan SOP yang mendukung keterbukaan. Penilaian akuntabilitas pun seringkali subjektif dan minim evaluasi berbasis dampak. Padahal, dengan digitalisasi, transparansi dan efisiensi pengelolaan dana zakat bisa meningkat signifikan.
Solusi Bukan Sekadar Regulasi
Penting untuk dicatat bahwa audit syariah bukan sekadar kewajiban administratif, tetapi bagian dari akhlak institusional. Maka, solusinya harus multidimensi:
- Peningkatan kuota dan kapasitas auditor syariah. Kemenag perlu menggandeng lebih banyak institusi pendidikan Islam untuk mencetak auditor bersertifikat yang menguasai fiqh muamalah dan prinsip akuntabilitas publik.
- Digitalisasi pengelolaan zakat. Sistem pelaporan zakat berbasis digital memungkinkan data transaksi, data mustahik, hingga distribusi dana dapat diaudit secara real-time.
- Keterbukaan laporan audit syariah secara berkala. OPZ harus diwajibkan mempublikasikan hasil audit syariah ke publik, agar muzakki dapat memantau amanah yang telah mereka titipkan.
- Sinergi antar-lembaga zakat. Untuk menghindari tumpang tindih program dan memperkuat integrasi data, perlu dibangun sistem informasi zakat nasional yang terpusat dan transparan.
Penutup: Kepercayaan yang Harus Dijaga
Zakat adalah jembatan antara si kaya dan si miskin. Tapi jembatan itu hanya akan kokoh jika dibangun di atas pondasi kepercayaan. Dan kepercayaan itu lahir dari akuntabilitas yang dijaga dengan audit yang profesional, berintegritas, dan berbasis syariah.
Tanpa audit syariah yang menyeluruh, OPZ rentan jatuh pada praktik yang mencederai amanah. Maka, mari kita dorong reformasi pengawasan zakat yang tidak hanya patuh hukum, tapi juga patuh syariah. Karena pada akhirnya, zakat bukan sekadar sedekah, tapi tanggung jawab yang mulia. Dan amanah umat harus dijaga di dunia dan di akhirat.
Penulis : Aliifah Qurrotaayun
Mahasiswa Magister STEI SEBI