Everyone’s gonna die, it’s a natural part of life. But if life has no purpose, then you are dead already.
Kishimoto Masashi
Mengupas Kutipan Kishimoto
Kalimat sederhana dari Creator karakter fiksi Naruto ini terdengar seperti sindiran tajam: semua orang akan mati, tapi jika hidup tanpa tujuan, sebenarnya kita sudah mati sejak awal. Kutipan ini seolah mengajak kita merenung, apa bedanya “sekadar hidup” dengan “benar-benar hidup”?
Bagi sebagian orang, kalimat ini mungkin terasa berat, tapi di baliknya ada pertanyaan penting: untuk apa kita hidup? Inilah yang akan kita bahas dari berbagai sudut, mulai dari Islam, psikologi, hingga kehidupan sosial.
Tujuan Hidup Menurut Islam
Islam sudah menjawab pertanyaan itu jauh sebelum para filsuf dan psikolog membicarakannya. Allah menegaskan:
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56).
Artinya, hidup bukan sekadar rutinitas atau mengejar materi, tapi perjalanan spiritual untuk beribadah kepada Allah. Ibadah pun luas maknanya dari shalat, puasa, bekerja dengan halal, menafkahi keluarga, hingga berbuat baik kepada sesama.
Dengan kesadaran ini, seorang Muslim tidak akan merasa hidupnya kosong. Ia tahu ke mana harus berlayar, meski ombak dunia sering mengguncang.
Perspektif Psikologi: Hidup Tanpa Tujuan adalah Kekosongan
Kalimat Kishimoto selaras dengan apa yang dikemukakan Viktor Frankl, seorang psikiater yang selamat dari kamp konsentrasi Nazi. Dalam Man’s Search for Meaning, ia menyebut bahwa kehilangan tujuan hidup akan membuat manusia rapuh dan mudah menyerah. Sebaliknya, orang yang punya tujuan bisa bertahan bahkan di kondisi paling buruk.
Penelitian modern pun mendukung hal ini. Menurut American Psychological Association (APA), tujuan hidup terbukti meningkatkan kesehatan mental, membuat orang lebih tahan terhadap stres, dan mengurangi risiko depresi.
Perspektif Sosial: Tanpa Tujuan, Hilang Rasa Berguna
Kutipan Kishimoto juga terasa relevan dalam konteks sosial. Hidup tanpa arah sering membuat seseorang merasa tidak berarti bagi lingkungannya. Ia bisa menarik diri, tidak semangat bekerja, bahkan merasa tidak dibutuhkan.
Padahal, kontribusi sosial sekecil apa pun bisa memberi makna: menolong tetangga, menjaga amanah, atau sekadar tersenyum. Inilah bukti bahwa tujuan hidup tidak selalu harus besar, kadang hal sederhana sudah cukup untuk membuat seseorang “benar-benar hidup”.
Mengapa Bisa Kehilangan Tujuan?
Kutipan Kishimoto memberi isyarat bahwa kehilangan tujuan sama saja dengan “kematian batin”. Beberapa penyebab umum antara lain:
- Tekanan ekonomi dan sosial yang membuat orang hanya fokus bertahan hidup.
- Perbandingan berlebihan di media sosial.
- Luka batin dan trauma masa lalu.
- Menjauh dari nilai spiritual dan agama.
Tanda-Tanda Hidup Tanpa Tujuan
- Hari terasa hambar, meski rutinitas tetap berjalan.
- Mudah lelah secara emosional.
- Tidak ada motivasi untuk berkembang.
- Merasa hidup hanya sekadar “menunggu waktu”.
Bagaimana Menemukan Tujuan Lagi?
Kutipan Kishimoto bukan hanya peringatan, tapi juga dorongan untuk menemukan kembali tujuan hidup. Caranya bisa dimulai dari:
- Refleksi diri: tanyakan, “untuk apa saya hidup?”.
- Buat target kecil: mulai dari hal sederhana agar semangat tumbuh kembali.
- Perkuat spiritualitas: ibadah, doa, dan membaca Al-Qur’an menuntun hati.
- Cari dukungan: berbagi dengan keluarga, sahabat, atau konselor.
Kesimpulan
Kutipan Kishimoto terdengar sederhana, tapi maknanya dalam: hidup tanpa tujuan sama saja dengan mati sejak awal. Islam mengajarkan tujuan sejati: beribadah kepada Allah dan memberi manfaat bagi sesama. Psikologi dan penelitian pun menguatkan bahwa tujuan adalah energi hidup.
Maka, jangan biarkan hidup hanya sekadar berjalan. Temukan arahmu, karena dengan tujuan, kita benar-benar hidup.
Sumber
https://www.apa.org/pubs/journals/releases/pag-a0034189.pdf:
https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/mental-health-strengthening-our-response
Penulis : Wafa Inayati Estiazzahra
Mahasiswa Institut Agama Islam SEBI

