Pembiayaan Refinancing Pada Akad Musyarakah Mutanaqisah di Perbankan Syariah

2 min read

Fenomena “Refinancing” mendorong peningkatan pelunasan pinjaman korporasi terutama  di perbankan syariah. Pada tahun 2022, pembayaran pinjaman akan jauh lebih cepat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kondisi ekonomi yang terus berubah mempengaruhi bisnis nasabah yang dibiayai oleh Bank Syariah. Selama aliran pembiayaan, Nasabah terkadang memerlukan pembiayaan ulang (Refinancing)  untuk menyesuaikan dengan kondisi bisnis Nasabah yang berlaku. Prinsip dalam transaksi berbasis syariah adalah underlying asset yang menjadi dasar dari sebuah transaksi.

Saat ini di perbankan syariah pada umumnya menggunakan akad Murabahah dalam usahanya, sehingga dengan adanya underlying asset sebagai dasar usahanya maka sistem Murabahah tidak dapat digunakan untuk refinancing/pay forward financing. Jadi dapat diartikan bahwasannya Pembiayaan ulang (refinancing) adalah pemberian fasilitas pembiayaan baru bagi nasabah baru atau nasabah yang belum melunasi pembiayaan sebelumnya, berdasarkan prinsip syariah.

Refinancing syariah melibatkan dua situasi:

  1. pembiayaan yang diberikan untuk calon nasabah yang telah memiliki aset sepenuhnya; dan
  2.  pembiayaan yang diberikan kepada calon nasabah yang telah menerima pembiayaan yang belum dilunasinya.Pembiayaan ulang (refinancing) boleh dilakukan Lembaga Keuangan Syariah.

Berdasarkan hal tersebut, salah satu solusi yang dapat diterapkan pada proses refinancing adalah penerapan akad Musyarakah-Mutanaqisah.

Menurut fatwa DSN-MUI Nomor: 73/DSN-MUIIXI/2008 tentang Musyarakah Mutanaqishah berlaku dalam akad pembiayaan ulang. Modal syirkah yang tercantum dalam akad musyarakah mutanaqishah itu boleh berupa uang sesuai dengan kesepakatan diawal, selain itu boleh juga berupa urudh/ barang; kemudian Dalam hal modal syirkah yang berbentuk urudh/ barang, maka hal tersebut harus dilakukan denga cara taqwim al- ‘urudh. dimana Taqwim al- ‘urudh adalah suatupenaksiran harga barang/penaksiran aset dengan mata uang tertentu yang disepakati oleh pihak-pihak.

dalam praktiknya, ketika bank dan nasabah ingin memiliki suatu aset, mereka akhirnya bekerja sama dalam modal dengan persentase yang telah disepakati, kemudian nasabah membayar kepada bank secara angsuran berdasarkan modal dari pemilik aset yang dimiliki oleh bank . Kemudian dari pihak bank membayar kepada nasabah dengan mencicil sejumlah dana untuk mengalihkan kepemilikan aset dari bank kepada nasabah. Sampai akhirnya, semua aset bank dialihkan ke nasabah

Karena terdapat Syirkah dan Ijarah, maka kedua dari akad tersebut mempunyai ketentuan yang harus terpenuhi.

Ketentuan akad Syirkah :

  1. Pihak yang bekerjasama.
  2. Modal dan Obyek yang akan dimiliki.
  3. Kesepakatan kedua pihak untuk bekerjasama, serta saling percaya antara kedua pihak.
  4. Adanya hak dari masing-masing yang tercampur dalam kepemilikan Asset.

Ketentuan akad Ijarah :

  1. Penyewa (Nasabah), dan Yang menyewakan (Bank).
  2. Kesepakatan antara keduanya.
  3. Benda yang disewakan/diangsurkan.
  4. Pembayaran sewa, jumlah pembayaran dan jangka waktu pembayaran harus jelas dan disetujui keduanya.

MEKANISME MUSYARAKAH MUTANAQISHAH

  1. Calon dari Nasabah harus mengajukan pembiayaan kepada Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dalam rangka melakukan pembiayaan ulang (refinancing);
  2. Lembaga Keuangan Syariah melakukan penaksiran (taqwim al-‘urudh) terhadap barang atau aset calon nasabah untuk ditentukan harga yang wajar, dalam rangka penentuan modal usaha (ra’sul mal) yang disertakan nasabah dalam bersyirkah dengan Lembaga Keuangan Syariah;
  3. Lembaga Keuangan Syariah (LKS) wajib menyertakan dana dalam jumlah tertentu yang akan dijadikan modal untuk usaha syirkah dengan nasabah; yang disertai syarat supaya Nasabah dapat menyelesaikan kewajiban dan/atau utang atas pembiayaan sebelumnya jika ada;
  4. Lembaga Keuangan Syariah memberikan kuasa (akad wakalah) kepada nasabah untuk melakukan usaha yang halal dan baik antara lain dengan akad ijarah;
  5. Nasabah dan Lembaga Keuangan Syariah membagi keuntungan atas usahanya sesuai dengan nisbah bagi hasil yang telah disepakati atau porsi modal yang disertakan (proporsional), dan kerugian dibagi sesuai dengan porsi modal dari keduanya; dan
  6. Nasabah melakukan pengalihan komersil atas nisbah milik
    Lembaga Keuangan Syariah secara berangsur sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati

Oleh: Hanifah, Nuraini, Sainah; mahasiswa STEI SEBI

Zakat sebagai Sistem Keberlanjutan dalam Ekonomi…

Zakat, sebagai salah satu pilar Islam, memiliki potensi besar dalam menciptakan sistem ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Secara historis, zakat bertujuan untuk mendistribusikan kekayaan...
Aurelia
1 min read

Akuntansi Syariah: Prinsip, Penerapan, dan Tantangannya

Oleh Razanah Taufik (Mahasiswi STEISEBI) Akuntansi syariah adalah sistem akuntansi yang dirancang berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam. Prinsip ini meliputi pelarangan riba (bunga), gharar (ketidakpastian),...
Endah Nawal
2 min read

Pilihan antara Karier dan Keluarga: Perspektif…

Bagi banyak Muslimah, memilih antara karier dan keluarga bisa menjadi keputusan yang rumit dan penuh pertimbangan. Di satu sisi, ada keinginan untuk mencapai kesuksesan...
Aulia
1 min read

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Seedbacklink