PENERAPAN KAIDAH “ALASHLU FILASYYAAI ALIBAHATU HATTA YADULLUDDALIILU ‘ALATTAHRIIMI” DALAM KONTEKS BERMUAMALAH

2 min read

  • Defisini Kaidah

Sebelum kita membahas lebih jauh akan suatu kaidah dalam fatwa DSN MUI. Maka alangkah lebih baik kita mengenali apa itu kaidah dalam ajaran islam. Dari apa yang saya baca, bahwasannya pengarang Djazuli di dalam bukunya “Kaidah-kaidah Fikih : Kaidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-Masalah yang Praktis”, mengatakan bahwa kaidah ialah salah satu kenyataan peradaban islam, khususnya di bidang hukum yang digunakan sebagai solusi di dalam menghadapi problem kehidupan yang praktis baik individu maupun kolektif dengan cara yang arif dan bijaksana sesuai dengan semangat Al-Qur’an dan Hadist.

Menurut beliau, kaidah islam ini sudah teruji selama lebih dari 1400 tahun, dan kaidah-kaidah tersebut yang masih relevan dan bisa dikembangkan lebih jauh menyesuaikan peradabannya. Jadi, bisa dibilang kaidah adalah sebuah ukuran atau patokan terkhususnya umat muslim untuk bertindak agar sesuai dengan syariah-syariah islam.

Kaidah “Alashlu filasyyaai alibahatu hatta yadulluddaliilu ‘alattahriimi” yang memiliki arti “Asal sesuatu adalah boleh sampai ada dalil yang menunjukkan keharamannya” merupakan kaidah furu’iyyah dari kaidah “Alyakinu layuzalu bisysyak”. Makna kaidah ini ialah, segala bentuk apapun itu diperbolehkan sampai nantinya ada dalil yang mengharamkannya.

  • Penerapan Kaidah di Dalam Fatwa DSN MUI

Menurut Muamar dalam tesisnya mengemukakan bahwa urgensi dari kaidah fikih dalam menetapakan fatwa yaitu membantu identifikasi masalah fikih, memanajemen kerumitan masalah fikih, menganalisis hakikat permasalahan fikih, mendeskripsikan prinsip umum dan pokok masalah fikih, kedudukannya sumber pengambilannya, rahasia-rahasianya, membandingkan pendapat antar mazhab. Oleh karena itu, sifat kaidah dalam sebuah fatwa sangat mempengaruhi apakah fatwa itu sesuai dengan syariah islam atau tidak.

Mengenai hal ini, saya menemukan beberapa fatwa yang menggunakan 1 kaidah yang sama. Berikut fatwa yang menggunakan kaidah “Alashlu filasyyaai alibahatu hatta yadulluddaliilu ‘alattahriimi” dalam konteks bermuamalah :

  • Fatwa no. 156 – KPBU Syariah

Dalam fatwa ini Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) menetapkan bahwa perlunya adanya prinsip syariah dalam kegiatan penyediaan infrastuktur melalui skema kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU) berdasarkan ketersediaan layanan (AVAILABILITY PAYMENT). Fatwa ini menggunakan banyak akad dalam syariah, seperti :

  1. Akad I’arah sebagai akad pemberian izin (ibarah) dari PJPK kepada BUP untuk memanfaatkan dan/atau mengambil manfaat barang milik PJPK selama penyelenggara pelayanan infrastuktur.

Jadi bisa kita simpulkan bahwa KPBU boleh dilaksanakan dengan syarat dan ketentuan sesuai prinsip syariah sebagaimana ditentukan dalam fatwa ini.

  • Fatwa no. 138 – Penerapan Prinsip Syariah KPEI

Dalam fatwa ini Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) menyatakan penerapan prinsip syariah dalam mekanisme kliring, dan penjaminan penyelesaian transaksi bursa atas efek bersifat ekuitas di dalam bursa efek. Oleh karena itu, fatwa ini menjelaskan bahwa mekanisme Kliring dan Penjaminan Penyelesaian Transaksi Bursa atas Efek Bersifat Ekuitas di Bursa Efek boleh dilakukan dengan syarat sesuai prinsip syariah.

Salah satu penerapannya yaitu :

  1. Bai’ al – Musawamah sebagai akad dalam Transaksi Bursa atas Efek Bersifat Ekuitas oleh dan antara Anggota Bursa untuk kepentingan investor.
  • Fatwa no. 124 – Penerapan Prinsip Syariah KSEI

Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) menetapkan di dalam fatwa ini bahwa Penerapan Prinsip Syariah dalam Pelaksanaan Layanan Jasa Penyimpanan dan Penyelesaian Transaksi Efek serta Pengelolaan Infrastuktur Investasi Terpadu untuk dijadikan pedoman.

  • Penutup

Dalam artikel opini ini, saya menekankan bahwa sesuatu itu boleh selama tidak ada dalil yang melarangnya. Dan dari ketiga fatwa diatas, bahwasannya ketiga fatwa tersebut menggunakan kaidah yang sama dengan konteks bermuamalah yaitu “Alashlu filmu’aamalaatilibaahatu illa aiyadulla daliilun ‘alaa tahriimihaa”. Kaidah sendiri merupakan salah satu hal yang menjadi acuan penting para Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) untuk menetapkan sebuah fatwa yang sesuai dengan syariah islam. Demikian tulisan ini saya buat, semoga bisa bermanfaat bagi para pembaca.


Nama : Lia Rahmawati

Mahasiswa Akutansi Syariah STEI SEBI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

Seedbacklink